Halaman

Ikhtiar & Jihad Memerdekakan Ekonomi Indonesia




Heri Kristanto
Wakil Sekretaris Jenderal Pengembangan Profesi Akademik PB PMII


Telah mafhum, UUD 45 pasal 33 ayat 4 menjadi salah satu dasar kebijakan ekonomi Indonesia. Muatan pasal tersebut memberi ancangan tegas, meski bersifat umum, terhadap arah dan tujuan perekonomian kita, yaitu “perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Makna yang terkandung didalamnya merupakan derivasi dari pemerataan pembangunan dan keberdayaan ekonomi dalam merumuskan resiliensi bangsa. Prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dalam ayat tersebut bersifat komplementer, artinya kesemuanya merupakan hal yang parsial namun implementasinya selalu beriringan dan saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Kesatuan implementasi dalam pasal tersebut merupakan sebuah rumusan kebijakan komprehensif yang dapat dijadikan  landasan roadmap pembangunan Indonesia.

Demokrasi Permusyaratan (Mengkaji Kembali Pancasila)


Syaiful Arif
(Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK)-Indonesia)

“Nilai yang paling Indonesia ialah usaha perubahan sosial terus-menerus, dengan tidak meninggalkan pijakan atas tradisi dan masa lampau”.(Abdurrahman Wahid, 1989)


Problem demokrasi menyangkut persoalan mendasar: apa dasar normatif sehingga demokrasi tidak menjadi alat bebas nilai yang dimanfaatkan sebagian kecil elit politik demi hasrat kekuasaan? Pendasaran normatif ini terkait dengan cita-cita ideal yang hendak dicapai demokrasi, yang bisa saja berpijak dari nilai-nilai yang ada di masyarakat tempat demokrasi itu dipraktikkan.

Memang pendasaran normatif seperti ini sering irrelevan, ketika dihadapkan pada fakta, bahwa politik adalah soal siapa menguasai apa dengan cara bagaimana? Di  negeri kitapun sama. Apa yang kita sebut demokratisasi pasca Reformasi 1998 ternyata hanya menghidangkan pertarungan elit politik dalam wujudnya yang paling banal: oligarki. Wujud oligarkis ini nampak pada menumpuknya kekuasaan pada segelintir petinggi partai akibat kepemilikan uang yang berujung pada kepemilikan kekuasaan. Ya, dalam oligarki pasca Reformasi, uang berkelindan dengan kekuasaan. Siapa yang memiliki uang besar, ia akan mampu meraup kekuasaan. Siapa yang berkuasa, ia akan meraup kekayaan. Sumber dari politik kita akhirnya uang, dan bermuara pula kepada uang.